Al-quran sebagai pedoman segala sesuatu, sehingga untuk menghindarkan dari berbadai macam persepsi, asumsi, opni dari setiap manusia. Setiap manusia diberi hak dan kebebasan untuk mengungkapkan segala opininya. Dan memang segala macam tindakan ada pertanggungjawabannya.
Al-quran sebagai pedoman untuk menghindari berbadai macam opini, asumsi, persepsi yang berbagai macam dari setiap manusia. Secara tegas alquran menyatakan dalam
QS. AL-QOMAR (54:53)
وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ
Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.
Seperti yang diungkapkan Alquran dalam surat alqomar diatas, secara gambling segala semua urusan kecil maupun yang besar adalah tertulis, dan dengan bahasa tulis memperkecil kemungkinan untuk menimbulkan berbagai macam persepsi dan opini.
ALquran pula
juga menegaskan sebagai sumber kebenaran yang utama, sampai mengulang kebenaran
sampai tiga kali, artinya setiap oranf boleh bebas berasumsi, namun sumber
kebenaran utama adalah alquran
QS. AL-HAQQOH (69:51)
وَإِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِينِ
Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini. (QS. 69:51)
MENGENAI RUH, JIWA DAN NYAWA
QS. AL-HAQQOH (69:51)
وَإِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِينِ
Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini. (QS. 69:51)
MENGENAI RUH, JIWA DAN NYAWA
#RUH
Al Qur'an telah membahas tentang hakekat asal-usul manusia yang di awali dari proses kejadian manusia yaitu dari segumpal darah (QS. 96:1-5), dan setelah melewati beberapa tahapan dan sempurna kejadiannya, dihembuskan-Nyalah kepadanya ruh ciptaan Tuhan (QS. 38:71-72).1
1. Bahasa
Dalam
bahasa Arab, kata ruh mempunyai banyak arti.
- Kata روح untuk ruh
- Kata ريح (rih) yang berarti angin
- Kata روح (rawh) yang berarti rahmat.
روحانيون
* روحاني
Digunakan
untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat
dan jin.
Dalam
al-Qur'an, ruh juga digunakan bukan hanya satu arti. Term-term yang digunakan
al-Qur'an dalam penyebutan ruh, bermacam-macam. Diantaranya ruh di sebut
sebagai sesuatu:
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ
إِلَّا قَلِيلًا
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS.
Al-Isra': 85)
Hanya
saja, ketika ruh manusia diyakini sebagai zat yang menjadikan seseorang masih
tetap hidup
الروح
انه ما به حياة النفس
atau
seperti yang dikatakan al-Farra'
الروح
هو الذي يعيش به الإنسان
Serta
jawaban singkat al-Qur'an atas pertanyaan itu (lihat QS. Al-Isra': 85),
menunjukkan bahwa ruh akan tetap menjadi "rahasia" yang kepastiannya
hanya bisa diketahui oleh Allah semata.
Dalam
al-Qâmûs al-Muhîth dan Mukhtâr al-Shahhâh kata “Rûh” berarti “sesuatu yang
dengannya ada kehidupan”. Adanya
kehidupan kita bisa menyimpulkan adanya nafas,
tumbuh, panas tubuh, denyut jantung
Kesimpulan
Ruh bisa
disimpulkan adalah energi tuhan, nafas, panas, denyut, jantung, gerak, tumbuh.
Ruh
adalah rahasia Tuhan, yang mengetahui tentang ruh adalah sedikit, ilmu tentang
tuh adalah sedikit
Ruh tidak
tahu senang, susah, sakit, ruh tidak disiksa atau diberi nikmat di surge, ruh
tidak bisa berpikir
#JIWA
Allah mengilhamkan pada jiwa manusia karakteristik berupa kemampuan untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, serta kesiapan untuk melaksanakan keduanya artinya jiwa adalah kehendak bebas manusia bisa berupa akal, perasaan, senang, sedih, bahagia, susah, sakit, menderita, taat, patuh, menentang, berbuat baik, berbuat jahat, dll sebagaimana firman-Nya dalam surat asy syams ayat 7-8 dan surat al insaan ayat 3,
وَنَفْسٍ
وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا
وَتَقْوَاهَا
“Dan
demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Kami ilhamkan kepadanya jalan kefasikan
dan takwa.”
إِنَّا
هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sungguh
telah Kami tunjukkan jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang
kufur”
Menurut
al Fairuz Abadi[1] jiwa manusia
itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut; jiwa itu memiliki kecenderungan
kepada sesuatu yang diinginkannya, menghendaki sesuatu yang disukainya,
kecintaannya terhadap sesuatu itu akan dapat menjadikan sesuatu itu keutamaan
dalam hidupnya dan jika ia menikmati sesuatu yang disukainya itu lambat laun
kesenangannya itu akan menguasai isi hatinya.
Sehingga
jiwa manusia ini akan selalu tunduk dan patuh kepada Allah serta menyenangi
kebaikan hingga kebaikan itu akan menguasai segenap isi hatinya jika mendapat
bimbingan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Begitu
pula sebaliknya bila ia dibiarkan tanpa pengendalian maka ia akan mengendalikan
manusia mengikuti gejolak jiwa yang rendah yang mengajak kepada kemaksiatan
hingga kemaksiatan itu pada puncaknya akan menguasai pula hatinya.
Secara
garis besar dari berbagai ayat yang terdapat di al Qur’an dapat disimpulkan
bahwa kondisi jiwa manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu jiwa yang mengajak
berbuat buruk (nafsu ammarah bi suu’), jiwa yang menyesali diri (nafsu
lawwamah) dan jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah).
Jiwa
yang Mengajak Berbuat Keburukan
Al
Jurzani[2] memaknai jiwa
semacam ini sebagai berikut,
هي
التي تميل إلى الطبيعة البدنية، وتأمر باللذات والشهوات الحسية، وتجذب القلب إلى
الجهة السفلية، فهي مأوى الشرور، ومنبع الأخلاق الذميمة
Sesuatu
yang cenderung kepada pembawaan tubuh, mengajak menikmati kelezatan dan selera
inderawi serta menarik hati kearah kenistaan. Itulah tempat bagi berbagai
kejahatan dan mata air segala perilaku tercela.
Allah
ta’ala berfirman dalam surat Yusuf ayat 53,
وَمَا
أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ
رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku
tidak mampu membebaskan jiwaku (dari kesalahan), sungguh jiwa itu menyuruh
berbuat keburukan, kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku, sungguh Tuhanku
Mahapengampun dan Mahapengasih.
Jiwa
yang mengajak berbuat keburukan ini juga dijelaskan oleh Ibnu Katsir[3] dalam
tafsirnya tentang perkataan istri al Aziiz yang menggoda nabi Yusuf as, “وَلَسْتُ أُبَرِّئُ نَفْسِي، فَإِنَّ النَّفْسَ تَتَحَدَّثُ
وَتَتَمَنَّى؛ وَلِهَذَا رَاوَدَتْهُ لِأَنَّهَا أَمَارَةٌ بِالسُّوءِ”,
Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, sebab hawa nafsu diriku selalu
membisikkan godaan dan angan-angan kepadaku. Karena itulah aku menggoda Yusuf
dikarenakan jiwaku yang mengajak berbuat keburukan.
Jiwa
yang memerintahkan perbuatan buruk ini adalah jiwa yang menipu akal dan
menghilangkan rasa malu manusia, ia menjadikan sesuatu yang buruk menjadi indah
dan baik. Sifat jiwa yang demikian akhirnya menjadi kesempatan bagi Iblis untuk
membisikkan kejahatan, menyesatkan, menggelincirkan dan menjerumuskan manusia
kepada kemaksiatan.
Ibnul
Qayyim al Jauziyyah[4] menjelaskan
bisikan setan ini pada jiwa yang lemah sebagai berikut, “وَأما النَّفس الأمارة فَجعل الشَّيْطَان قرينها وصاحبها الَّذِي يَليهَا
فَهُوَ يعدها ويمنيها ويقذف فِيهَا الْبَاطِل ويأمرها بالسوء” adapun jiwa yang
memerintahkan berbuat keburukan, maka syetan akan menjadi pendamping dan
sahabatnya yang memberi janji-janji, angan-angan kosong kemudian menyusupkan
kebatilah pada hati manusia serta memerintahkan berbuat keburukan.
Manusia
yang tertipu adalah mereka yang berjalan dibelakang kehendak jiwanya (nafsunya)
tanpa pengendalian akal dan syari’at serta tidak memperhitungkan dampak
perbuatannya. Menjadikan hawa nafsunya sebagai panglima adalah kesesatan.
Allah ta’ala berfirman dalam surat al Qashash ayat 50,
وَمَنْ
أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.”
Jiwa
yang mengajak pada keburukan ini harus diperangi dengan sungguh-sungguh agar
terbebas dari belenggu keindahan kenikmatan maksiat yang bersifat fana dan
menipu. Mengajari dan melatih jiwa untuk memikul beban dan kesulitan seperti
merutinkan shalat malam, puasa sunnah, shadaqah dan sebagainya.
Dari
‘Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda,
لا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tiadalah
(sempurna) keimanan seorang Mukmin sehingga menjadikan hawa nafsunya mengikuti
apa yang aku bawa”[5]
Jiwa
yang Menyesali Diri
Jiwa
yang menyesali diri adalah jiwa yang senantiasa mengingatkan pemiliknya dari
perbuatan maksiat dan mengajak pemiliknya segera bertaubat ketika bermaksiat.
Jiwa semacam ini dapat meningkat hingga mengembalikannya kepada kondisi
fitrahnya yang bersih.
Allah
ta’ala berfirman dalam surat al qiyamah ayat 2,
وَلَا
أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Aku
bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri)”
Ibnu
Katsir[6] mengungkapkan
perkataan al Hasan dalam tafsirnya tentang jiwa orang beriman, “إِنَّ الْمُؤْمِنَ -وَاللَّهِ-مَا نَرَاهُ إِلَّا يَلُومُ
نَفْسَهُ: مَا أَرَدْتُ بِكَلِمَتِي؟ مَا أَرَدْتُ بِأَكْلَتِي؟ مَا أَرَدْتُ
بِحَدِيثِ نَفْسِي؟ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَمْضِي قُدُما مَا يُعَاتِبُ نَفْسَهُ”
Sesungguhnya orang beriman itu, demi Allah menurut penilaian kami amat
sangat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, Apa tujuanku dengan
perkataanku, apa tujuanku dengan makananku, apa tujuanku dengan bisikan jiwaku.
Sedangkan para perdurhaka itu melaju terus dalam kedurhakaannya tanpa pernah
menyesali diri.
Al
Qurthubi[7] mengutip
perkataan Mujahid dalam tafsirnya tentang jiwa yang menyesali diri, “هِيَ الَّتِي تَلُومُ عَلَى مَا فَاتَ وَتَنْدَمُ، فَتَلُومُ
نَفْسَهَا عَلَى الشَّرِّ لِمَ فَعَلَتْهُ، وَعَلَى الْخَيْرِ لِمَ لَا
تَسْتَكْثِرُ مِنْهُ” ia adalah jiwa yang mengecam segala
sesuatu yang lepas terlewat dan menyesalinya, ia mengecam dirinya atas
keburukan yang dilakukannya, ia mengecam dirinya pula ketika berbuat kebaikan
dengan perasaan kurang sempurna dan kurang optimal.
Al
Jurzani[8] berkata “هي التي تنورت بنور القلب قدر ما تنبهت به عن سنة الغفلة، كلما
صدرت عنها سيئة، بحكم جبلتها الظلمانية، أخذت تلوم نفسها وتتوب عنها”Jiwa
ini bersinar dengan cahaya hati, yang menyadarkan dari kelalaian. Setiap kali
ia mengerjakan keburukan dan terjerumus dalam kegelapan, ia akan menyesali diri
dan bertaubat atasnya.
Jiwa
yang menyesali diri adalah kondisi jiwa pada level berikutnya, setidaknya
inilah kondisi jiwa yang harus dimiliki oleh orang beriman, manakala ia lalai
maka jiwanya mengingatkan atas kelalaiannya.
Setiap
mukmin wajib mewaspadai ketika jiwanya merasa nyaman akan kemaksiatan, tidak
tergerak jiwanya untuk membenci kemungkaran, sementara membenci kemungkaran
dengan hati adalah selemah-lemah iman.
Jiwa
yang Tenang
Ini
adalah tingkatan jiwa yang tertinggi, jiwa yang tenang dengan keta’atan kepada
Allah, tenang dengan janji-janji Allah. Merasakan nikmat dalam beribadah kepada
Allah. Allah memenuhi segenap jiwanya, Allah selalu ada dalam segala
aktivitasnya. Jika Allah memberinya kenikmatan maka ia bersyukur dan bertambah
keta’atannya. Jika Allah mengujinya dengan musibah maka ia bersabar dan
bertambah kedekatannya kepada Allah, dan ia kembalikan segala urusannya kepada
Allah.
Jiwa
semacam ini tak mengenal kecewa dalam kebaikan, tak mengenal gentar dalam
ujian. Ia memahami betul hakikat kehidupan, dunia itu fana dan sementara,
akhiratlah tujuan utama. Jiwa ini tenang karena surga adalah terminal akhir
yang akan diraihnnya. Allah ta’ala berfirman dalam surat al Fajr ayat 27-30,
يَا
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Wahai
jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya, maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”
Al
Jurzani[9] menjelaskan
bahwa jiwa yang tenang adalah “هي التي تم تنورها بنور
القلب حتى انخلعت عن صفاتها الذميمة، وتخلقت بالأخلاق الحميدة”
jiwa yang sempurna cahayanya dengan cahaya hati hingga terlepas dari
sifat-sifat buruk, dan terbingkai deng akhlaq yang terpuji.
Keberhasilan
yang besar dari tazkiyatun nafs adalah jiwa yang tenang, tenang dalam
beribadah, tenang dalam perjuangan dan pengorbanannya, tenang karena Allah
menjadi poros segala amalnya, hati, ucapan dan tindakan.
Allah
ta’ala berfirman dalam surat ar ra’du ayat 28
الَّذِينَ
آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hatinya menjadi tenteram dengan mengingat Allah,
Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenang.”
Allah juga menegaskan hidayah
petunjuk kepada jiwa
"Dan
kalau Kami menghendaki, niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa
petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) dariku
(bahwa ada jiwa yang dapat menerima petunjuk, dan ada yang tidak);
'Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahanam itu dengan jin dan manusia
bersama-sama." – (QS.32:13)
Yang masuk ke dalam surga dan
neraka adalah jiwa
“Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa
yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan”.(QS. 39. Az Zumar:70)
QS.
AL-FAJR (89: 27-30)
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku
Jasad hanya jadi
saksi
Allah
swt berfirman di dalam QS Yaasiin ayat 65 yaitu :
الْيَوْمَ
نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ [٣٦:٦٥]
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah
kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa
yang dahulu mereka usahakan.
Kesimpulan
Jiwa
adalah kehendak bebas manusia meliputi akal, pendengaran, penglihatan,
berpikir, senang, sudah, berpikir, membuat keputusan, merasa sempit, lapang,
gembira, sudah, merasa kaya, merasa miskin, lapang, bahagia, susah, merasa
sakit gigi, ke iris pisau, meliputi 5 pancaindera,
#NYAWA
Perbedaan ruh, jiwa dan nyawa menjadi menarik, karena beberapa ulama dan berbagai macam orang menafsirkan pengertian berbagai macam macam.
QS.
AZZUMAR (42)
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia, tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS.39.Az-Zumar:42)
Artinya
pada saat manusia dinyatakan mati, manusia tersebut badannya sudah dingin,
tidak bisa bergerak, tidak ada nafas, dan tidak ada denyut jantung, tidak
tumbuh, tidak bergerak ( ini adalah sifat ruh) , dll. Pada saat mati manusia
juga tidak bisa berpikir, tidak merasakan susah, senang, sakit gigi (ini adalah
sifat jiwa). Kesimpulannya orang tersebut tidak bernyawa, karena nyawanya sudah
dicabut oleh malaikat pencabut nyawa
Q.s An-Naziat :1. Demi Malaikat-Malaikat Yg Mencabut Nyawa Dgn Keras.
2. Dan Malaikat-Malaikat Yg Mencabut Nyawa Dgn Lemah-Lembut
Namun manusia
pada saat tidur, badan masih terasa panas, masih bernafas, masih denyut
jantung, dan tumbuh, artinya manusia saat tidur masih ada ruhnya.
Juga pada
saat manusia tidur, tidak bisa berpikir, sudah tidak bisa lagi merasakan susah,
tidak bisa merasa senang, tidak merasakan sakit gigi walau sebelum tidur
merasakan sakit gigi. Artinya Allah sedang memegang jiwa orang yang tidur
sementara.
*Kesimpulan
Manusia
terdiri dari
1.Jasad
2. Ruh
3. Jiwa
Jasad
adalah casing sebuah HP, ruh adalah batereai dan Jiwa adalah Operating System
Saat HP dimatiin untuk di ces (charger) hp dimatikan sementara, namun masih ada baterenya, hp tidak bisa digunakan untuk sms, whatsapp, tidak bisa menerima telepon. Namun bisa beroperasi lagi saat hp dinyalakan lagi (ibarat manusia sedang tidur)
Saat HP dimatiin untuk di ces (charger) hp dimatikan sementara, namun masih ada baterenya, hp tidak bisa digunakan untuk sms, whatsapp, tidak bisa menerima telepon. Namun bisa beroperasi lagi saat hp dinyalakan lagi (ibarat manusia sedang tidur)
Saat hp
dicopot baterainya otomatis hp sudah tidak bisa gunakan untuk apa2. (ibarat
manusia nyawanya sudah dicabut)
Fokus
utama manusia adalah jiwa karena jiwalah yang kekal sampai akhirat merasakan
balasan di hari akhir, manusia harus sering memberi makanan kepada jiwa,
mengasah jiwa menjadi jiwa yang taqwa
0 komentar:
Post a Comment